Kini diera Menteri Ristek Dikti, M. Nasir Ada wacana untuk memanggil pulang para ilmuwan Indonesia yang berkaya diluar negeri untuk kembali mengabdi dan berkarya didalam negeri. Pemerintah mengaku telah membicarakan hal ini dan mencari solusi terbaik untuk membawa mereka pulang kembali ke Indonesia.
Menristek Muhammad Nasir | foto : VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi |
Seperti hasil wawancara yang dilansir viva.co.id, Menristek M. Nasir berujar "Kami sudah rapat koordinasi. Ini atas saran Bapak Presiden juga. Saya koordinasi dengan para menteri, baik Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan kaitannya dengan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Kami akan coba fasilitasi itu," ujarnya.
Lebih lanjut Nasir menjelaskan, yang menjadi pembicaraan saat ini adalah mengenai anggaran yang akan dialokasikan untuk para inventor-inventor tersebut. Oleh karena itu, akan diperhitungkan juga umpan balik (feedback) hasil temuannya itu untuk negara.
"Sudah ada rencana itu. Hanya anggarannya yang masih dibicarakan. Ada upaya penarikan mereka kembali," ujar Nasir.
Anggaran tersebut, kata Nasir, pastinya belum akan dialokasikan tahun ini, karena fiskal yang mereka miliki terbatas. Namun, akan diupayakan dari fiskal yang lain, sesuai dengan penghematan yang telah dilakukan pemerintah.
"2015 itu fiskal kita sudah terbatas. Saya nggak bisa bergerak lagi kan. Saya harus mencari fiskal yang lain, melalui penghematan," ujar dia.
Dia menjelaskan, Presiden Joko Widodo juga mengamanatkan, jika ada penghematan harus dimanfaatkan langsung, sehingga bisa optimal. "Ke depan, pada 2016, kami mulai munculkan anggaran. Kami dorong kepada Menteri Keuangan dan juga Menteri Perindustrian, kalau bisa kami tarik (ilmuwan Indonesia) ke sini untuk bangun industri," kata dia.
Namun begitu, tidak semua ilmuwan akan dipulangkan. Pemerintah mengaku memiliki kriteria ilmuwan atau inventor yang diincar. Hal ini bergantung pada seberapa besar nilai karya atau temuan mereka dan berapa besar umpan baliknya pada negara.
"Nanti tahapannya adalah kami ingin inventor-inventor tertentu saja. Ada yang di Jepang, Amerika, dan beberapa lainnya," ujar Nasir.
Salah satu yang menjadi perhatian Menristek Dikti adalah penemu chip smart card yang kabarnya sekarang tinggal di Wisconsin, Amerika Serikat. Kebutuhan smart card di Indonesia cukup besar dengan jumlah 50 juta unit setiap tahunnya. Harga per unit dari smart card itu sekitar Rp15.000.
"Kami tidak bisa produksi sendiri, harus impor. Bayangkan 50 juta dikali Rp15.000, nilai totalnya Rp7,5 triliun. Tapi, dia (si penemu chip smart card) juga bingung mau pulang ke Indonesia, khawatir tidak bisa berkarya. Itu yang akan kami upayakan dan fasilitasi," papar Nasir. (VivaNews)
0 komentar:
Posting Komentar